materi 14 konseptual
Filsafat
pendidikan masa depan secara konseptual, kontekstual dan filosofi
1.
Tinjauan problematika dan
dilematika pendidikan
Dilihat dari
pejalanan sejarah pendidikan Indonesia, arah pendidikan disesuaikan dengan
keadaan dan kepentingan penguasa, ketika pengasa memerlukan suatu kekuatan
politik ke arah itulah pendidikan di arahkan.
Bangsa
Indonesia, sejak merdeka hingga saat ini mengalami pergantian empat model
kepemimpinan, masing-masing adalah orde lama, orde baru, orde reformasi dan
orde sekarang yag banyak pengamat atau pemerhati menyebutnya sebagai era
transisi menuju demokrasi. Sedikit atau banyak, tentunya setiap orde memberikan
konstribusi dan membantu menentukan corak pendidikan saat ini.
Pendidikan
diorientasikan sebagai alat untuk kepentingan tertentu, seperti kepentingan
ideologi dan kepentingan politik untuk mempertahankan status quo. Misalkan pada
masa orde baru pendidikan cenderung dijadikan sebagai alat kekuasaan sehingga
menghilangkan esensi dari pendidikan yang sebenarnya. Bahkan pendidikan
dijadikan sebagai alat indoktrinasi kepada masyarakat. Sistem pendidikan pada
masa orde baru, pelaksanaan pendidikan secara langsung dikendalikan oleh sistem
birokrasi dengan mata rantai yang sangat panjang dari tingkat pusat sampai ke
daerah bahkan sampai tingkat satuan pendidikan.
Kepemimpinan
seperti ini tentunya berdampak pada dunia pendidikan, di mana pedoman dan dasar
bertindak pendidik tidak lagi mengacu pada profesionalitas melainkan instruksi
dari atasan. Kondisi seperti mengakibatkan keberpihakan pada atasan dan
menghilangkan hak-hak dan kewenangan profesional. Alhasil pendidikan memproduk
manusia-manusia penurut, tidak berani mengambil Keputusan tidak ada kemandirian
karena lebih banyak terpaksa dan kepura-puraan.
Pengalaman
di antara pengajar dalam proses pembelajaran menunjukkan, bahwa ada pada
beberapa sekolah model pengajarannya mengkondisikan muridnya disibukkan oleh
kegiatan-kegiatan yang kurang perlu seperti mencatat bahan pelajaran yang sudah
ada dalam buku.
Menceritakan
hal-hal yang tidak perlu, dan sebagainya sering pula ditemukan waktu kontak
antara guru dengan murid tidak dimanfaatkan secara baik, guru lebih suka
memaksakan kehendaknya dalam belajar muridnya sesuai keinginannya da nada juga
guru untuk memudahkan kerjanya meminta salah seorang muridnya untuk mencatat di
papan tulis kemudian murid lainnya mencatat apa yang dicatat di papan tulis dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang kurang perlu dan sebagainya.
Sedangkan
guru yang bersangkutan istirahat diruang guru atau duduk dikelas asik dengan
kegiatannya sendiri. Model mengajar seperti ini tentu saja dipandang tidak
mendidik seperti dikemukakan A. S. Neil (1973) menuturkan bahwa “saya percaya
bahwa memaksakan apapun dengan kekuasaan adalah salah, seorang anak seharusnya
tidak melakukan apapun sampai ia mampu berpendapat dengan mengemukakan
pendapatnya sendiri” (Hobson dalam Palmer, 2003:1). Pendapat Neil ini memberi
gambaran bahwa para siswa diminta untuk berfikir dan belajar tanpa tekanan,
tetapi bimbingan dan arahan yang menuntut prinsip-prinsip kemerdekaan dan
demograsi.
Dilihar
dari segi pemanfaatan sumberdaya, seringkali sarana dan prasarana proses
belajar mengajar dikelas, laboratorium, perpustakaan, dan di tempat praktek
kerja dengan berbagai alasan belum dimanfaatkan secara baik.
Kelengkapan
dan fasilitas belajar tidak memadai dengan alasan anggaran yang tidak memadai,
diantara guru tidak terampil menggunakan manajemen sekolah yang kaku, dan
sebagainya. Masalah lainnya adalah kepala sekolah tidak memanfaatkan kesempatan
yang ada untuk melakukan evaluasi tentang program pembelajaran kepala sekolah
tersebut membiarkan para guru menggunakan model mengajar yang telah lama
dilaksanakan atau bersifat rutin berkala. Sehingga kepala sekolah tidak
mengetahui mana yang harus diperbaiki dan mana yang dikembangkan dalam program
pembelajaran.
Seharusnya
kepala sekolah mendorong para guru menggunakan model-model mengajar yang dapat
memberi jaminan bahwa pembelajaran dilakukan atas dasar prinsip-prinsip
pedagogic. Dukungan kepala sekolah ini diwujudkan dalam bentuk menyediakan
fasilitas yang diperlukan untuk program pembelajaran. Sejalan dengan pendapat
tersebut, maka pijakan utama bagi praktek pembelajaran yang bijak dari seorang
pendidik yang terlatih menurut Susan Issacs (1948) adalah memberikan suatu
kerangka kerja yang kokoh untuk control dan rutin serta bantuan nyata sesuai
aturan-aturan sosisl, namun tetap dengan kebebasan pribadi yang luas
(Hinshelwood dalam Palmer, 2003:11) artinya keterampilan guru dalam menggunakan
sarana dan prasarana belajar secara optimal
2.
Pendidikan untuk kemanusiaan dan
kemerdekaan
Dalam
perspektif filsafat pendidikan, manusia merupakan sumber pengetahuan karena
dari manusialah, pendidikan dilahirkan pertama kali, bahkan orang-orang sufi
mengatakan, “barang siapa ingin mengetahui sang pencipta, pelajarilah jiwa
manusia,” (man arrafa rabbahu arrafa nafsahu).
Dalam
filsafat pendidikan, manusia yang berhubungan dengan perbuatan moral mengarah
pada peralihan kebahagiaan seseorang yang bernilai teleologis. Perilaku yang
baik, yang diidentivikasi sebagai sesuatu yang terealisasikan dalam kehidupan
yang bahagia (sa”adah) menjadi relative bagi setiap kepentingan individu,
bahkan bersifat individualistis dan dan relative.
Dengan
demikian, dalam filsafat pendidikan, moral diarahkan pada tujuan utama
pendidikan, yaitu membina dan mengembangkan tingkah laku yang mandiri,
berakhlak mulia, dan bertanggung jawab.
Dalam
filsafat pendidikan, eksistensi moral sangat bergantung pada keberadaan
nilai-nilai rasional seseorang. Ibn Miskawaih, Al-Farabi, dan kebanyakan filsuf
moral islam telah menjadikan hikmah sebagai hasil upaya kerja daya natiqah yang
mendahului tindakan moral. Pembenaran suatu tindakan moral sangat bergantung
pada subjek moral sehigga patokan moral bersifat relative karena penggunaan
daya natiqah pun bergantung pada pemiliknya.
Tujuan
filsafat pendidikan tentang manusia mengarahkan pembentukan tingkah laku
manusia yang rasional, adaptif dengan alam, selektif dengan perubahan, berjiwa
reformis, modernis, kritis, dan progresif. Manusia diarahkan pada pembentukan
pola kehidupan yang mandiri dengan moralitas yang tinggi dan universal, yaitu
kebaikan yang tidak mengenal batas, ruang, dan waktu.
Daftar
pustaka
Salahudin
Anas. 2011. Filsafat pendidikan
Bandung: Pustaka setia
Dr.
Syaiful Sagala. 2012. Konsep dan makna pembelajaran
Bandung:
Alfabeta

coba sodara jelaskan menurut sodara apakah konseptual itu (menurut pendapat sodara )
BalasHapusKonsep adalah elemen dari kognisi yang membantu menyederhanakan . Apabila kita tidak punya konsep, kita akan kesulitan merumuskan problem yang sepele dan bahkan tak bisa memecahkannya. Misalnya konsep buku. Jika murid tidak mengetahui bahwa buku adalah lembaran-lembaran kertas dengan ukuran yang sama, yang disatukan atau dijilid, dan berisi huruf cetak dan gambar dalam urut-urutan yang mengandung arti-arti setiap kali kita menemukan informasi baru.
Hapus.